Selamat Mengulang 8 Februari

2/08/2015 02:26:00 AM

8 Februari 2015.

Bertambah tua saat hidup kalian berada pada titik entah -yang kalian sendiripun tak bisa menamai apa rasa itu-, yang belum pernah kalian rasakan sebelumnya, bagaimana rasanya? Jenuh? Tak nyaman? Bosan? Harus kusebut apa rasa yang begitu tak menyenangkan itu?

Tapi, hei! Lupakan! Itu hanya satu masa yang pasti berlalu.

Tak henti kuucap terimakasih yang kurasa tak akan pernah cukup, atas segala kasih Tuhan yang tak pernah berakhir. Semua kasih yang Semesta berikan melalui banyak media yang Dia gunakan. Tak melulu dari orang yang menyayangi kita.

21 tahun berlalu. Aku tahu, memang belum seberapa asam manis pahit kehidupan yang kucecap. Tapi tak terpungkiri jikalau semua itu yang menjadikanku sebagai aku yang saat ini. Terimakasih pada kehidupan yang telah memberiku banyak sekali pelajaran untuk bisa semakin memperbaiki diri.

Keluarga, sahabat, dan semua orang yang tak lepas dari hidupku; pun yang pernah ada dan telah pergi.
Terimakasih untuk segala cinta yang kalian berikan. Maaf jika aku sering membuat kalian jengkel. Bahkan aku sendiripun sering dibuat jengkel oleh diri sendiri, yang kadang tak bisa dimengerti apa maunya.

Tak ada perayaan meriah, tak ada kejutan yang membuat hati berdebar tak tentu. Aku hanya ingin bersama diriku sendiri, saat ini.

Bertambah usia artinya juga berkurang masa hidupmu di dunia. Yang tak ingin ku ingat bahwa saat waktu terus berjalan, dunia berubah, pun mereka yang kucinta usianya juga bertambah. Aku tak terlalu suka melihat ibuku bertambah tua. Sebab sampai saat surat ini kutulis, aku tak pernah merasa telah membuat beliau bahagia dan bangga. Dan usiaku telah bertambah lagi.

Kepada Ibu selalu mengatakan bahwa yang pertama bisa membuatmu hebat adalah dirimu sendiri, kemauanmu. "Percuma ada banyak peluang kalau dari dirimu sendiri gak ada kemauan buat jadi lebih baik," katanya. Iya, Bu. Aku tak ingin berjanji, tapi akan kubuat setidaknya ada senyum yang tak pernah hilang dari bibirmu kelak, saat dengan bangga menceritakan bagaimana anak sulungmu ini kepada dunia yang kau kenal.

Kepada bapak yang tak lelah berjuang. Terimakasih, maaf. Aku sayang Bapak.

Kepada sahabat yang tak henti ada ketika gundah. Terimakasih, kalian. Maaf kalau akhir-akhir ini kalian merasa aku kurang punya waktu untuk sekedar melepas rindu. Sejujurnya, mungkin akulah yang paling rindu kalian. Tapi sungguh, belakangan ini waktuku banyak tersita untuk urusan lain. Ya, dunia berubah. Tak melulu canda dan tawa seperti yang dahulu kita lalui. Aku sedang banyak mencicip rasa pahit dan asam. Dunia sedang memberiku sisi lainnya. Tolong, mengertilah.
Jika ada waktu, akan kuluangkan untuk kalian. Aku rindu tawa kita.

Kepada cinta yang tak kunjung dapat kumengerti. Apa itu? Mungkin seusiaku memang belum benar mengerti cinta. Debar yang tak usai kala berjumpa. Mata yang tak pernah ingin berpaling kala melihatmu. Peluk yang tak ingin lepas kala kita saling merindu. Senyum yang selalu tersungging kala menyaksikan tingkahmu. Atau, tawa yang tak habis meski berkali-kali kau ceritakan lelucon itu? Ah, apa itu cinta? Entahlah. Semoga saja aku takkan lelah sampai Semesta memberiku arti sebenarnya dari cinta.

Kepada semua yang hadir di hidupku selama ini. Terimakasih karena telah membawa warna tersendiri yang ditakdirkan untuk kalian beri padaku.

Kepada diriku sendiri yang entah apa maunya. Percayalah, kamu sedang bermetamorfosa menjadi kupu-kupu cantik. Butuh proses untuk segala hal di dunia ini. Ikuti prosesnya. Jadilah lebih baik dari sebelumnya. Janji?

Sudah cukup suratnya, terlalu panjang bisa membuat malas pembacanya.

Bahagia beserta kita.
Dariku, untuk kalian.

-----

Selamat mengulang 8 Februari yang ke 21, Nona. Kasih Tuhan besertamu.

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih atas komentarnya. :)

Popular Posts

Viewer