Jika kau dibesarkan dengan celaan, kau belajar memaki.
Jika kau dibesarkan dengan permusuhan, kau belajar berkelahi.
Jika kau dibesarkan dengan cemoohan, kau belajar rendah diri.
Jika kau dibesarkan dengan penghinaan, kau belajar menyesali diri.
Jika kau dibesarkan dengan toleransi, kau belajar menahan diri.
Jika kau dibesarkan dengan pujian, kau belajar menghargai.
Jika kau dibesarkan dengan dorongan, kau belajar percaya diri.
Jika kau dibesarkan dengan perlakuan baik, kau belajar keadilan.
Jika kau dibesarkan dengan rasa aman, kau belajar kepercayaan.
Jika kau dibesarkan dengan rasa dukungan, kau belajar menyenangi dirimu.
Jika kau dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, kau belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Jika kau dibesarkan dengan permusuhan, kau belajar berkelahi.
Jika kau dibesarkan dengan cemoohan, kau belajar rendah diri.
Jika kau dibesarkan dengan penghinaan, kau belajar menyesali diri.
Jika kau dibesarkan dengan toleransi, kau belajar menahan diri.
Jika kau dibesarkan dengan pujian, kau belajar menghargai.
Jika kau dibesarkan dengan dorongan, kau belajar percaya diri.
Jika kau dibesarkan dengan perlakuan baik, kau belajar keadilan.
Jika kau dibesarkan dengan rasa aman, kau belajar kepercayaan.
Jika kau dibesarkan dengan rasa dukungan, kau belajar menyenangi dirimu.
Jika kau dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, kau belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Pada hamparan luas padi yang menguning di samping rumah, aku menjatuhkan pandang.
Soreku selalu begitu; sendiri dan menanti tenggelamnya mentari.
Detik-detik menjelang senja itu selalu istimewa untukku.
Tidak ada yang betul menemaniku, selain secangkir kopi serta kicauan burung yang mesra berterbangan di atas rumpun padi itu.
Serta sekelibat ingatan-ingatan tentang kamu.
Aku selalu patah pada moment itu.
Pada setiap kejadian yang lagi-lagi terputar dalam ingatan.
Rasanya seperti kembali menyayat sendiri luka yang sama.
Luka yang masih menganga, aku sayat sendiri. Lagi, dan lagi.
Perih. Bukan main rasanya.
Ku minum perlahan, secangkir kopi itu.
Manisnya seolah mampu menghilangkan beberapa bagian luka.
Aku ingat, kita sempat berdebat perihal selera kita yang berbeda.
Aku setia pada cangkir abu-abu yang terisi penuh oleh kopi.
Dan kau, terlalu menyayangi gelasmu yang berisi teh hangat.
Hahaha!
Sudah entah senja ke berapa aku menikmati kopiku sendiri.
Tanpa ada aku yang cemburu pada bibir gelasmu yang kau ciumi berkali-kali.
Pun sebaliknya. Tanpa ada kamu yang selalu protes ketika berkali-kali aku jatuh cinta pada aroma kopiku.
Kini, pada setiap datangnya senja. Yang tersisa hanyalah aku, secangkir kopiku, dan sepotong ingatan tentang kamu.
Soreku selalu begitu; sendiri dan menanti tenggelamnya mentari.
Detik-detik menjelang senja itu selalu istimewa untukku.
Tidak ada yang betul menemaniku, selain secangkir kopi serta kicauan burung yang mesra berterbangan di atas rumpun padi itu.
Serta sekelibat ingatan-ingatan tentang kamu.
Aku selalu patah pada moment itu.
Pada setiap kejadian yang lagi-lagi terputar dalam ingatan.
Rasanya seperti kembali menyayat sendiri luka yang sama.
Luka yang masih menganga, aku sayat sendiri. Lagi, dan lagi.
Perih. Bukan main rasanya.
Ku minum perlahan, secangkir kopi itu.
Manisnya seolah mampu menghilangkan beberapa bagian luka.
Aku ingat, kita sempat berdebat perihal selera kita yang berbeda.
Aku setia pada cangkir abu-abu yang terisi penuh oleh kopi.
Dan kau, terlalu menyayangi gelasmu yang berisi teh hangat.
Hahaha!
Sudah entah senja ke berapa aku menikmati kopiku sendiri.
Tanpa ada aku yang cemburu pada bibir gelasmu yang kau ciumi berkali-kali.
Pun sebaliknya. Tanpa ada kamu yang selalu protes ketika berkali-kali aku jatuh cinta pada aroma kopiku.
Kini, pada setiap datangnya senja. Yang tersisa hanyalah aku, secangkir kopiku, dan sepotong ingatan tentang kamu.
Catatan ini sudah lama tersimpan di draft blog ini. Awalnya aku ingin menuliskan tentang pertemuan ketiga kita di Jogjakarta, tapi sepertinya terlambat jika aku baru mengunggahnya sekarang, maka dari itu aku ubah beberapa bagiannya.
ini tentang pagi kita.
selain senja, pagi juga selalu punya cerita. tentang siapa yang menyapa siapa lebih dulu. pun tentang doa apa yang akan diwujudkan hari ini. dan tentu tentang apa yang harus kita jalani 24 jam ke depan. tak luput tentang siapa yang mengecup kening lebih dulu.
04.30
kamu, sembari mengecup keningku, "hei, kamu. selamat pagi".
aku menggerutu, "ah, sial. lagi-lagi kamu yang bangun lebih dulu".
kamu, "kan sudah biasa. jadi hari ini kita mau kemana?"
aku, "ya untuk hari ini. besok, aku yang lebih dulu."
kamu, "kemarin juga kamu berkata begitu. tapi, tetap aku yang bangun lebih awal."
itu bukan pertengkaran, lebih tepat bentuk sapaan pagi. yang setelahnya, seperti biasa, kita bukannya bergegas bangun menyapa mentari dan pergi terburu-buru karena ditunggu tumpukan perkerjaan di kantor. kita justru asyik dan tenggelam lagi dalam pelukan.
"waktu saja tak berniat memburu, kenapa kita harus merasa diburu? dia juga takkan cemburu karena aku terus-terusan memelukmu", katamu.
ini tentang pagi kita. tentang romantisme yang selalu berulang, tapi tak pernah membuat bosan. tentang pagi sebelum kita berkutat pada sibuk masing-masing.
selain senja, pagi juga selalu punya cerita. tentang siapa yang menyapa siapa lebih dulu. pun tentang doa apa yang akan diwujudkan hari ini. dan tentu tentang apa yang harus kita jalani 24 jam ke depan. tak luput tentang siapa yang mengecup kening lebih dulu.
04.30
kamu, sembari mengecup keningku, "hei, kamu. selamat pagi".
aku menggerutu, "ah, sial. lagi-lagi kamu yang bangun lebih dulu".
kamu, "kan sudah biasa. jadi hari ini kita mau kemana?"
aku, "ya untuk hari ini. besok, aku yang lebih dulu."
kamu, "kemarin juga kamu berkata begitu. tapi, tetap aku yang bangun lebih awal."
itu bukan pertengkaran, lebih tepat bentuk sapaan pagi. yang setelahnya, seperti biasa, kita bukannya bergegas bangun menyapa mentari dan pergi terburu-buru karena ditunggu tumpukan perkerjaan di kantor. kita justru asyik dan tenggelam lagi dalam pelukan.
"waktu saja tak berniat memburu, kenapa kita harus merasa diburu? dia juga takkan cemburu karena aku terus-terusan memelukmu", katamu.
ini tentang pagi kita. tentang romantisme yang selalu berulang, tapi tak pernah membuat bosan. tentang pagi sebelum kita berkutat pada sibuk masing-masing.
teruntuk hati yang sedang aku singgahi, maaf untuk segala kebodohanku
belakangan ini, dan terimakasih untuk segala bahagia yang kau beri.
jika kau percaya kebahagiaan ada di tanganmu, genggamlah. jika kebahagiaan itu belum kau dapat, pergi! carilah! aku tidak akan menahanmu.
entah sejak kapan aku memang merasa kau tidak bahagia, dan perasaan itu membuatku tak mungkin berego untuk bahagia sendiri. atau itu hanya perasaanku?
tunggu. kamu mau kita bahagia, atau kita pernah bahagia? pilih sekarang.
aku ingin kamu bahagia. dan aku pun juga ingin bahagia.
jika kau percaya kebahagiaan ada di tanganmu, genggamlah. jika kebahagiaan itu belum kau dapat, pergi! carilah! aku tidak akan menahanmu.
entah sejak kapan aku memang merasa kau tidak bahagia, dan perasaan itu membuatku tak mungkin berego untuk bahagia sendiri. atau itu hanya perasaanku?
tunggu. kamu mau kita bahagia, atau kita pernah bahagia? pilih sekarang.
aku ingin kamu bahagia. dan aku pun juga ingin bahagia.
Ketika pelangi muncul sehabis hujan
Aku mengingat saat kita dalam pelukan
Senyummu yang malu ketika pipimu menerima sebuah kecupan
Aku tak sempat lagi menggodamu
Kau pergi bersama dia yang kau sebut kekasihmu
Aku malu, malu pada diriku yang tak sempat berkata aku cinta kamu
Sekujur tubuhku kaku, gigiku ngilu, ingatanku mulai ragu memutar tentang kamu
Tapu hati tak mau berhenti disitu
Mungkin aku mulai mencinta kehilanganku atas kamu
Ah, tidak
Kamu hanya serpihan sebuah sajak
Menggores pedih hati sebagai jejak
Menggoyah bumi tempatku berpijak
Kamu, perempuan yang selalu aku torehkan parasnya dalam lukisan
Tahukah kamu, bahwa rindu itu bagai dicambuk rotan ?
Aku mengingat saat kita dalam pelukan
Senyummu yang malu ketika pipimu menerima sebuah kecupan
Aku tak sempat lagi menggodamu
Kau pergi bersama dia yang kau sebut kekasihmu
Aku malu, malu pada diriku yang tak sempat berkata aku cinta kamu
Sekujur tubuhku kaku, gigiku ngilu, ingatanku mulai ragu memutar tentang kamu
Tapu hati tak mau berhenti disitu
Mungkin aku mulai mencinta kehilanganku atas kamu
Ah, tidak
Kamu hanya serpihan sebuah sajak
Menggores pedih hati sebagai jejak
Menggoyah bumi tempatku berpijak
Kamu, perempuan yang selalu aku torehkan parasnya dalam lukisan
Tahukah kamu, bahwa rindu itu bagai dicambuk rotan ?
waktu tak pernah memberi kata terlambat untuk mencintai
kamu, aku, dia, mereka, siapa saja bisa mengurai
setiap kata tanpa luput dari air mata yang berderai
mungkin ini cemburu
untuk hati yang terlebih dulu didiami kamu
sebelum kalian berakhir dengan jemu
aku tak ingin menduga mengapa akhirnya kalian tumbang dalam haru
aku tak ingin benar menduga mengapa kalian akhirnya sempat menjadi pilu
aku bersikeras tak ingin menduga mengapa akhirnya aku yang cemburu
kamu, mungkin kamu bidadari yang ditugaskan mendiami beberapa hati
sebelum tinggal menua dengan satu diri yang sejati
kamu, mungkin peri bulan yang selalu bisa menghibur malam yang sunyi
menjadi terang ketika dia merasa menjadi paling sepi
kamu, perempuan yang mendiami hatinya terlebih dulu
bisa tidak membuat aku cemburu ?
aku serasa diburu jika mencoba menghadirkan kamu dan dia dalam masa lalu
atau, itu hanya ketakutanku ?
kamu, perempuan yang dulu mendiami hatinya
aku memohon ijin untuk memiliki penuh hatinya
aku memohon ijin untuk menggantikanmu menghapus sedihnya
aku memohon ijin untuk menempati setiap sudut pada ingatannya
aku memohon ijin untuk mencintainya
kamu, aku, dia, mereka, siapa saja bisa mengurai
setiap kata tanpa luput dari air mata yang berderai
mungkin ini cemburu
untuk hati yang terlebih dulu didiami kamu
sebelum kalian berakhir dengan jemu
aku tak ingin menduga mengapa akhirnya kalian tumbang dalam haru
aku tak ingin benar menduga mengapa kalian akhirnya sempat menjadi pilu
aku bersikeras tak ingin menduga mengapa akhirnya aku yang cemburu
kamu, mungkin kamu bidadari yang ditugaskan mendiami beberapa hati
sebelum tinggal menua dengan satu diri yang sejati
kamu, mungkin peri bulan yang selalu bisa menghibur malam yang sunyi
menjadi terang ketika dia merasa menjadi paling sepi
kamu, perempuan yang mendiami hatinya terlebih dulu
bisa tidak membuat aku cemburu ?
aku serasa diburu jika mencoba menghadirkan kamu dan dia dalam masa lalu
atau, itu hanya ketakutanku ?
kamu, perempuan yang dulu mendiami hatinya
aku memohon ijin untuk memiliki penuh hatinya
aku memohon ijin untuk menggantikanmu menghapus sedihnya
aku memohon ijin untuk menempati setiap sudut pada ingatannya
aku memohon ijin untuk mencintainya
Hallo, "Si Binatang Jalang"
Aku, satu dari sekian banyak pemikir yang mengagumimu, mengagumi setiap kata pada sajak-sajakmu. Sajak-sajak sederhana namun mampu menguasai hati dan pikiran. Dan aku tak luput jadi korban semua kata-kata indahmu.
Hai, Si Binatang Jalang. Terimakasih telah menjadi satu dari sekian banyak penyair yang boleh aku kagumi. Tentu, sebelum aku terkagum dengan karya SDD, aku sudah terkagum dulu dengan banyak karyamu. Pemberani.
Sedikit yang dapat aku ingat, aku selalu mengingat 'Aku', itu puisi pertama yang benar-benar aku suka. Terimakasih telah menuliskannya. Entah apa sebenarnya maksudmu menulis puisi itu, tapi terlalu besar magnet yang ada di dalamnya untuk membuatku menyukainya. Sedangkan yang ada dalam pikiranku untuk mengartikannya, disana seperti ada keberanian yang luar biasa.
Kamu sosok yang sangat luar biasa. Sampai hari lahirmu pun, dijadikan sebagai Hari Puisi Nasional. Selamat.
Selamat ulang tahun, "Si Binatang Jalan"
Selamat Hari Puisi Nasional
Terima kasih telah meninggalkan jejak-jejak sajak untuk kami.
Aku, satu dari sekian banyak pemikir yang mengagumimu, mengagumi setiap kata pada sajak-sajakmu. Sajak-sajak sederhana namun mampu menguasai hati dan pikiran. Dan aku tak luput jadi korban semua kata-kata indahmu.
Hai, Si Binatang Jalang. Terimakasih telah menjadi satu dari sekian banyak penyair yang boleh aku kagumi. Tentu, sebelum aku terkagum dengan karya SDD, aku sudah terkagum dulu dengan banyak karyamu. Pemberani.
Sedikit yang dapat aku ingat, aku selalu mengingat 'Aku', itu puisi pertama yang benar-benar aku suka. Terimakasih telah menuliskannya. Entah apa sebenarnya maksudmu menulis puisi itu, tapi terlalu besar magnet yang ada di dalamnya untuk membuatku menyukainya. Sedangkan yang ada dalam pikiranku untuk mengartikannya, disana seperti ada keberanian yang luar biasa.
Kamu sosok yang sangat luar biasa. Sampai hari lahirmu pun, dijadikan sebagai Hari Puisi Nasional. Selamat.
Selamat ulang tahun, "Si Binatang Jalan"
Selamat Hari Puisi Nasional
Terima kasih telah meninggalkan jejak-jejak sajak untuk kami.
Salam cinta,
Pengagummu
kamu seperti bintang di langit malam yang sering aku pandangi. selalu berkedip genit, tapi tidak lupa melakukan tugasnya menjaga damaiku.
dear, kamu; siapapun kamu
mungkin selalu ada suka bahkan tawa di setiap sedihku, kamu
diam-diam selalu menguntit, sudah mirip dengan agen BIN, kamu
diam-diam membicarakan, sepertinya tak beda dengan gerombol ibu-ibu saat bersama berhadapan dengan mamang tukang sayur, kamu
diam-diam lalu mengeja setiap kata yang aku tulis, tak jauh seperti plagiat yang nantinya mengutip semua, kamu
diam-diam melihatku seksamamu mengamati, seperti penggemar yang menyukai idolanya, lalu meniru, kamu
iya, kamu
yang kata angin membenciku, tapi angin-anginan memperhatikan bahkan mengekor segalaku
iya, kamu
bisa buka mata sedikit ?
iya, kamu
masih punya hati kah ?
kamu, teruntuk kamu yang bahagia melihat kesedihanku
mungkin selalu ada suka bahkan tawa di setiap sedihku, kamu
diam-diam selalu menguntit, sudah mirip dengan agen BIN, kamu
diam-diam membicarakan, sepertinya tak beda dengan gerombol ibu-ibu saat bersama berhadapan dengan mamang tukang sayur, kamu
diam-diam lalu mengeja setiap kata yang aku tulis, tak jauh seperti plagiat yang nantinya mengutip semua, kamu
diam-diam melihatku seksamamu mengamati, seperti penggemar yang menyukai idolanya, lalu meniru, kamu
iya, kamu
yang kata angin membenciku, tapi angin-anginan memperhatikan bahkan mengekor segalaku
iya, kamu
bisa buka mata sedikit ?
iya, kamu
masih punya hati kah ?
kamu, teruntuk kamu yang bahagia melihat kesedihanku
aku pagi
kamu senja
kita ada
saling melengkapi
mengawali dan menutup hari
sama-sama saling melukis senyum
kamu senja
kita ada
saling melengkapi
mengawali dan menutup hari
sama-sama saling melukis senyum
Kepada Tuhan, Sang Maha Pembalik Rasa
Aku tuliskan sebuah surat yang mungkin bisa Kau baca. Aku tahu, Engkau mengetahui aku lebih dari diriku sendiri. Aku tahu, Engkau mengganti setiap rasa yang hilang dengan rasa baru yang lebih dahsyat. Tak terkecuali pada cinta.
Boleh aku berkeluh sebentar ? Hanya sebentar. Iya, sebentar saja.
Tuhan memberi jarak (lagi) pada kisahku, bahkan kini lebih jauh dari sebelumnya. Meski sekarang, Engkau memberi lebih rasa percayaku pada kisah yang Kau tuliskan ini. Juga pada dia, yang Kau tugaskan menjaga hatiku. Memberi hati yang dewasa untuk bisa menjaga cinta.
Entah kenapa, aku dipercayakan lagi untuk menjadi tokoh dalam kisah seperti ini; selalu terhalang jarak. Mungkin, karena aku belum lulus dari ujian sebelumnya ? Jadi, harus ku ulang. Sampai aku berhasil, kelak. Kelak, sampai waktu yang Engkau tentukan; entah kapan.
Tapi, sempat ...
Pikiranku membayang. Hatiku pun berangan.
Kapan ?
Kapan aku bisa memandangnya sepuasku ?
Kapan aku bisa memeluknya semauku ?
Kapan aku bisa bercanda dengannya sesenangku ?
Kapan aku bisa menggandeng tangannya ?
Kapan aku bisa lihat senyumnya ?
Kapan ?
Kapan Kau beri waktu untuk bisa aku lakukan itu kapanpun aku mau ?
Aku tuliskan sebuah surat yang mungkin bisa Kau baca. Aku tahu, Engkau mengetahui aku lebih dari diriku sendiri. Aku tahu, Engkau mengganti setiap rasa yang hilang dengan rasa baru yang lebih dahsyat. Tak terkecuali pada cinta.
Boleh aku berkeluh sebentar ? Hanya sebentar. Iya, sebentar saja.
Tuhan memberi jarak (lagi) pada kisahku, bahkan kini lebih jauh dari sebelumnya. Meski sekarang, Engkau memberi lebih rasa percayaku pada kisah yang Kau tuliskan ini. Juga pada dia, yang Kau tugaskan menjaga hatiku. Memberi hati yang dewasa untuk bisa menjaga cinta.
Entah kenapa, aku dipercayakan lagi untuk menjadi tokoh dalam kisah seperti ini; selalu terhalang jarak. Mungkin, karena aku belum lulus dari ujian sebelumnya ? Jadi, harus ku ulang. Sampai aku berhasil, kelak. Kelak, sampai waktu yang Engkau tentukan; entah kapan.
Tapi, sempat ...
Pikiranku membayang. Hatiku pun berangan.
Kapan ?
Kapan aku bisa memandangnya sepuasku ?
Kapan aku bisa memeluknya semauku ?
Kapan aku bisa bercanda dengannya sesenangku ?
Kapan aku bisa menggandeng tangannya ?
Kapan aku bisa lihat senyumnya ?
Kapan ?
Kapan Kau beri waktu untuk bisa aku lakukan itu kapanpun aku mau ?
dari aku, anak-Mu yang selalu nakal :)
Hai pikiran yang sedikit menjernih
Hai hati yang sedikit meneduh
Hai jiwa yag sedikit mulai tenang
Apa yang kalian lakukan sedini ini ?
Hari masih gelap
Bulan bintang masih bertengger di tempat
Menguasai waktu semua orang
Yang terlelap telah asyik dengan mimpinya
Yang terjaga masih asyik dengan sukanya
Hai hati yang sedikit meneduh
Hai jiwa yag sedikit mulai tenang
Apa yang kalian lakukan sedini ini ?
Hari masih gelap
Bulan bintang masih bertengger di tempat
Menguasai waktu semua orang
Yang terlelap telah asyik dengan mimpinya
Yang terjaga masih asyik dengan sukanya
Ragu pernah membisu di sudut hati
Seperti pagi yang selalu menanti embun
Menanti ...
Embun ...
Yang datang, lalu jatuh, kemudian hilang
Saat penantian ternyata hambar
Pernah ...
Dulu ...
Sebelum kamu
Seperti pagi yang selalu menanti embun
Menanti ...
Embun ...
Yang datang, lalu jatuh, kemudian hilang
Saat penantian ternyata hambar
Pernah ...
Dulu ...
Sebelum kamu
Apa kalau itu bukan kamu, aku masih sempat menuliskan ini ?
Mungkin iya, tapi tidak, mungkin saja tidak.
Ah, itu kan hanya kalau.
Kenyataan sekarang yang ada di takdirku itu kamu, iya sekarang.
Entah nanti, besok, lusa, entah sampai kapan.
Tetap akan aku tulis tentang kamu, selama aku mau.
Mungkin iya, tapi tidak, mungkin saja tidak.
Ah, itu kan hanya kalau.
Kenyataan sekarang yang ada di takdirku itu kamu, iya sekarang.
Entah nanti, besok, lusa, entah sampai kapan.
Tetap akan aku tulis tentang kamu, selama aku mau.
Kamu bebas membukanya
Masuk, lalu keluar lagi
Tersenyum, untuk kemudian menangis
Bisa kamu berkata iya untuk siapa yang kamu mau
Bisa kamu berkata tidak untuk siapa yang kamu mau
Termasuk aku, entah iya atau tidak
Bisa pun kamu menggantung semua jawab
Sampai waktu yang perlahan membisikan
Itu tergantung kamu
Sebab kunci hatimu, ada di kamu, bukan aku
Masuk, lalu keluar lagi
Tersenyum, untuk kemudian menangis
Bisa kamu berkata iya untuk siapa yang kamu mau
Bisa kamu berkata tidak untuk siapa yang kamu mau
Termasuk aku, entah iya atau tidak
Bisa pun kamu menggantung semua jawab
Sampai waktu yang perlahan membisikan
Itu tergantung kamu
Sebab kunci hatimu, ada di kamu, bukan aku
Purwokerto, 01 Juli 2013
"Terus dia pikir dia siapa ? Kebijakan macam apa itu ?"
"Ya sudahlah, tinggal jalani saja. Semisal gak nyaman ya, bilang."
"Macam orang sabar benar kita nih, masih mau tunduk padahal pengin memberontak."
"Hehehehe"
"Ya sudahlah, tinggal jalani saja. Semisal gak nyaman ya, bilang."
"Macam orang sabar benar kita nih, masih mau tunduk padahal pengin memberontak."
"Hehehehe"
Pada tatapan pertama, aku menaruh hati
Pada lengkung pertama dari senyummu yang kulihat, aku melihat damai
Pada lengkung pertama dari senyummu yang kulihat, aku melihat damai
Serupa malam tanpa mimpi,
kamu dalam lingkar yang sepi
Menunggu hati,
yang memintamu untuk ditemani
Hanya mencoba mengerti,
dalam malam yang kian menepi
Larut tanpa bernyanyi,
kamu, cinta dan mimpi
kamu dalam lingkar yang sepi
Menunggu hati,
yang memintamu untuk ditemani
Hanya mencoba mengerti,
dalam malam yang kian menepi
Larut tanpa bernyanyi,
kamu, cinta dan mimpi
Purwokerto, 11 Juni 2013
Siang
Sayang
Sepertinya malang
Tetap berpantang
Mesti rintang menghalang
Hingga senja menjelang
Sayang
Sepertinya malang
Tetap berpantang
Mesti rintang menghalang
Hingga senja menjelang
Sebagian dari kita beranggapan, "Ah, milanisti mah milanisti aja. Yang penting jiwa sama hati kita cinta sama Ac Milan". Eittsssss ... !!!! Pernah terlintas bahwa milanisti itu bukan hanya kita pribadi ?? Tapi banyak juga diluar sana yang juga sama dengan kita ??
Ya, ada. Dan banyak. Sebagian dari kita mungkin masih ada yang merasa puas dengan ke-milanisti-an kita yang tidak saya ragukan. Selalu nonton setiap Ac Milan bertanding, pasti. Punya atribute tentang Milan dari mulai syal sampai jersey ?? Salute !! Tapi merasa ada yang kurang gak sih bro / sist ?? Ya, sebuah perkumpulan.
Ya, ada. Dan banyak. Sebagian dari kita mungkin masih ada yang merasa puas dengan ke-milanisti-an kita yang tidak saya ragukan. Selalu nonton setiap Ac Milan bertanding, pasti. Punya atribute tentang Milan dari mulai syal sampai jersey ?? Salute !! Tapi merasa ada yang kurang gak sih bro / sist ?? Ya, sebuah perkumpulan.
Mungkin kita sering bercerita tentang bulan, ataupun bintang. Tentang keindahan semesta, tanpa mengikutkan kamu di dalamnya. Sering mengagumi hal yang jauh melayang di angkasa sana. Atau terlalu sering mengharap bisa berada di sana, untuk sekedar melihat sekelilingnya.
Hanya aku, atau entah juga selain aku. Terlalu mengagungkan keberadaan dataran lain di angkasa sana. Terlalu banyak berkhayal ingin dapat berpijak di salah satu sudutnya. Bahkan kadang percaya bahwa di bulan sana, ada seorang putri.
Hanya aku, atau entah juga selain aku. Terlalu mengagungkan keberadaan dataran lain di angkasa sana. Terlalu banyak berkhayal ingin dapat berpijak di salah satu sudutnya. Bahkan kadang percaya bahwa di bulan sana, ada seorang putri.
Keresahanmu gugur
Senyummu terbit di setiap mata mengerling indah
Kamu dengan langkah tak lelah
Dalam doa dengan berbagai harap
Percakapan, di ruang tamu...
Aku : Kenapa dulu aku gak milih sastra ya ?
Ibu : Sastra Jepang ? Atau Mandarin ?
Aku : Indonesia lah bu.. *senyum*
Bapak : Mau jadi apa ?
Aku : Penulis lah pak.
Ibu : Penulis apa ?
Aku : Kenapa dulu aku gak milih sastra ya ?
Ibu : Sastra Jepang ? Atau Mandarin ?
Aku : Indonesia lah bu.. *senyum*
Bapak : Mau jadi apa ?
Aku : Penulis lah pak.
Ibu : Penulis apa ?
Bunyi hujan sore ini membawa kesyahduan menuju ke lamunan terdalam. Aku terbawa suasana, mengingat semua yang telah aku lewati, terutama terkilas balik peristiwa 3 tahun lalu. Peristiwa yang mengharuskan aku, dan ibu terpisah. Sampai saat ini, bahkan entah sampai kapan, aku takkan mungkin melupakannya.
3 tahun lalu, ayah dan ibu memang bertengkar hebat, karena apa, entah. Sampai saat ini aku tidak begitu ingin tahu, alasan yang menurutku klise, mereka terlalu kekanak-kanakan. Hanya masalah kecil saja terkadang terlalu dibesar-besarkan.
"Kamu tau apa soal kami ?? Anak kecil diam saja, ini urusan kami. Kamu lebih baik masuk ke kamar, belajar.", kata ayah saat itu sembari sedikit membentak.
Aku diam, menurut, masuk kamar, lalu menangis. Dan sejak itu, aku lebih memilih diam. Aku hanya anak kecil, lebih baik diam. Seperti terprogram dalam otakku. Tetapi aku tak sepenuhnya diam. Hatiku tetap saja cerewet. Terus memberontak, bertanya ini itu, dan tak pernah berhenti memanjatkan doa pada Tuhan, agar mereka bisa lebih mendengar suara hatiku.
Dan selalu aku ingat, 5 Februari 2010, 3 tahun lalu, aku menemukan sepucuk surat di atas meja belajar. Surat dari ibu. Ibu meninggalkan itu, serta catatan no ponsel baru miliknya. Ibu pergi dari rumah. Aku menangis, hebat. Dan saat itu pula, aku tak menemukan ayah di rumah. Aku sendiri. Benar-benar sendiri. Dan begitu pun dengan ayah, sejak kepergian ibu, bisa dihitung hanya berapa persen kehadirannya di rumah.
"Hal apa yang bisa membuat mereka sampai seperti itu ?? Memilih meninggalkan aku, dan pergi, mungkinkah demi kepentingan mereka masing-masing ?? Ahhh ... aku hanya anak kecil, diam saja. Mungkin mereka lebih tahu. Tapi aku rindu", kataku.
Ingin sekali bisa bercanda kembali seperti dahulu, setidaknya masih bisa kurasakan saat-saat aku berada dalam gendongan ayah, dan selalu dininabobokan oleh ibu. Aku rindu. Rindu kasih sayang mereka, tentu. Rindu bagaimana saat kami masih bisa tertawa bersama, tentu. Rindu pelukan-pelukan hangat mereka, tentu. Rindu sapaan pagi hari yang selalu aku dapat, dulu.
Terkadang kedewasaan seorang yang menganggap dirinya dewasa, justru merugikan. Aku, salah satu contohnya. Entah bagian mana dari diri mereka yang mereka anggap dewasa. Meninggalkanku sendiri ? Apa itu dewasa ? Bertengkar setiap hari ? Apa itu dewasa ? Saling meninggalkan ? Apa itu dewasa ? Menyuruhku diam ? Apa itu dewasa ?
Diam bukan berarti tak berbuat apa-apa, diam tak berarti tak berbicara. Aku terus berusaha berbicara pada Tuhan, agar Dia mau mendinginkan hati kalian, dan kembali bersamaku disini.
Dan lamunanku buyar, saat ponsel di atas mejaku berdering. Girang, tersenyum saat ku lihat siapa yang menelpon. Tertera kata ibu di layar ponsel.
3 tahun lalu, ayah dan ibu memang bertengkar hebat, karena apa, entah. Sampai saat ini aku tidak begitu ingin tahu, alasan yang menurutku klise, mereka terlalu kekanak-kanakan. Hanya masalah kecil saja terkadang terlalu dibesar-besarkan.
"Kamu tau apa soal kami ?? Anak kecil diam saja, ini urusan kami. Kamu lebih baik masuk ke kamar, belajar.", kata ayah saat itu sembari sedikit membentak.
Aku diam, menurut, masuk kamar, lalu menangis. Dan sejak itu, aku lebih memilih diam. Aku hanya anak kecil, lebih baik diam. Seperti terprogram dalam otakku. Tetapi aku tak sepenuhnya diam. Hatiku tetap saja cerewet. Terus memberontak, bertanya ini itu, dan tak pernah berhenti memanjatkan doa pada Tuhan, agar mereka bisa lebih mendengar suara hatiku.
Dan selalu aku ingat, 5 Februari 2010, 3 tahun lalu, aku menemukan sepucuk surat di atas meja belajar. Surat dari ibu. Ibu meninggalkan itu, serta catatan no ponsel baru miliknya. Ibu pergi dari rumah. Aku menangis, hebat. Dan saat itu pula, aku tak menemukan ayah di rumah. Aku sendiri. Benar-benar sendiri. Dan begitu pun dengan ayah, sejak kepergian ibu, bisa dihitung hanya berapa persen kehadirannya di rumah.
"Hal apa yang bisa membuat mereka sampai seperti itu ?? Memilih meninggalkan aku, dan pergi, mungkinkah demi kepentingan mereka masing-masing ?? Ahhh ... aku hanya anak kecil, diam saja. Mungkin mereka lebih tahu. Tapi aku rindu", kataku.
Ingin sekali bisa bercanda kembali seperti dahulu, setidaknya masih bisa kurasakan saat-saat aku berada dalam gendongan ayah, dan selalu dininabobokan oleh ibu. Aku rindu. Rindu kasih sayang mereka, tentu. Rindu bagaimana saat kami masih bisa tertawa bersama, tentu. Rindu pelukan-pelukan hangat mereka, tentu. Rindu sapaan pagi hari yang selalu aku dapat, dulu.
Terkadang kedewasaan seorang yang menganggap dirinya dewasa, justru merugikan. Aku, salah satu contohnya. Entah bagian mana dari diri mereka yang mereka anggap dewasa. Meninggalkanku sendiri ? Apa itu dewasa ? Bertengkar setiap hari ? Apa itu dewasa ? Saling meninggalkan ? Apa itu dewasa ? Menyuruhku diam ? Apa itu dewasa ?
Diam bukan berarti tak berbuat apa-apa, diam tak berarti tak berbicara. Aku terus berusaha berbicara pada Tuhan, agar Dia mau mendinginkan hati kalian, dan kembali bersamaku disini.
Dan lamunanku buyar, saat ponsel di atas mejaku berdering. Girang, tersenyum saat ku lihat siapa yang menelpon. Tertera kata ibu di layar ponsel.
Purwokerto, 14 Januari 2013
@D_P_M_
Semalem udah twitt tentang kisah cinta aku dari januari sampai desember, bisa lihat di @D_P_M_ *yaitu sih kalo mau liatnya*
Jadi kisah aku selama 2012 ini tentang 2 orang, yang lain, anggap saja pelengkap *dikata bumbu masak kalee*
Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, itu masih separuh aku #mantan .. ouwwuuoooo
Pas banget sama lagunya akang Ariel No-ah ..
"Dengan laraku, suara hati ini memanggil namamu, karena separuh akuu dirimuuuu"
#uhhukkk
Pertengahan tahun pertama itu galau abisss buuu, di-PHP-in berkali-kali sama dia tapi ya gak nyadar juga akunya :)
Sempet dapet sebutan Miss Galau juga, setttt dahhh =)) Separah itukah akuuuu ??? Dengan tangisan dan curhatan setiap hari, bahkan blog ini sempat jadi tempat curahan kegalauanku. *ngenes*
Juli, mulai deh kenal sama abang. Awal deketnya gimana aku juga gatau, seinget-inget sih dia salah satu cust pas PO jersey centenary ya bang ? Ahh, iya aja deh. Terus asik deh ngobrol lewat bbm, chat fb, sms juga ya, sama nelp ? Tapi dulu deh jujur aja kalo si abang nelp ngangkatnya ogah-ogahan :p Tapi sekarang enggak kokk. hihihihi
Dan paling seru itu Oktober, pas ketemu abang, pertama kali, langsung berantem. Seruuu, awal mulanya dari facebook sama twitter yang masih kebuka di laptop abang, hihihi ... ampunnn bangggg :p Sempet ngancem mau pulang juga ke bekasi, dihhhh, baru juga sehari. Tapi terus akhirnya baikan dan gak akan ngulangin itu lagi deh, janji *janji kelingking yaaa*
Sekitar 5 hari abang disini, bisa main bareng, jalan, makan, nonton, dan semuanya yang bareng-bareng itu asyik. Seru, dan bener-bener menepis semua anggapan aku tentang bagaimana karakter si abang ini. Yang tadinya aku kira nyebelin, gak asyik, dingin, dan sebagainya, ternyata salah. Dia justru bisa buat jatuh cinta. Walaupun diakui sih memang abang itu nyebelin, dan jail pake banget.
Dan sekarang, bersyukur banget karena aku punya si abang. Karena jatuh cinta sama dia ngebuat aku utuh *senyum*
Abang bukan cuma bisa jadi pacar, tapi lebih dari itu. Jadi sahabat, temen, tempat curhat, pembimbing, penasehat, dan lain-lainnya. Dan setiap saat sama dia itu rasanya menyenangkan.
Bisa belajar banyak hal dari dia itu anugrah. Banyak hal yang dia ajarin ke aku, dan semoga ke depannya bakal terus sama abang *wish*.
Je t'aime Querida.
Jadi kisah aku selama 2012 ini tentang 2 orang, yang lain, anggap saja pelengkap *dikata bumbu masak kalee*
Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, itu masih separuh aku #mantan .. ouwwuuoooo
Pas banget sama lagunya akang Ariel No-ah ..
"Dengan laraku, suara hati ini memanggil namamu, karena separuh akuu dirimuuuu"
#uhhukkk
Pertengahan tahun pertama itu galau abisss buuu, di-PHP-in berkali-kali sama dia tapi ya gak nyadar juga akunya :)
Sempet dapet sebutan Miss Galau juga, setttt dahhh =)) Separah itukah akuuuu ??? Dengan tangisan dan curhatan setiap hari, bahkan blog ini sempat jadi tempat curahan kegalauanku. *ngenes*
Juli, mulai deh kenal sama abang. Awal deketnya gimana aku juga gatau, seinget-inget sih dia salah satu cust pas PO jersey centenary ya bang ? Ahh, iya aja deh. Terus asik deh ngobrol lewat bbm, chat fb, sms juga ya, sama nelp ? Tapi dulu deh jujur aja kalo si abang nelp ngangkatnya ogah-ogahan :p Tapi sekarang enggak kokk. hihihihi
Dan paling seru itu Oktober, pas ketemu abang, pertama kali, langsung berantem. Seruuu, awal mulanya dari facebook sama twitter yang masih kebuka di laptop abang, hihihi ... ampunnn bangggg :p Sempet ngancem mau pulang juga ke bekasi, dihhhh, baru juga sehari. Tapi terus akhirnya baikan dan gak akan ngulangin itu lagi deh, janji *janji kelingking yaaa*
![]() |
abang sayang *cium* |
Dan sekarang, bersyukur banget karena aku punya si abang. Karena jatuh cinta sama dia ngebuat aku utuh *senyum*
Abang bukan cuma bisa jadi pacar, tapi lebih dari itu. Jadi sahabat, temen, tempat curhat, pembimbing, penasehat, dan lain-lainnya. Dan setiap saat sama dia itu rasanya menyenangkan.
Bisa belajar banyak hal dari dia itu anugrah. Banyak hal yang dia ajarin ke aku, dan semoga ke depannya bakal terus sama abang *wish*.
Je t'aime Querida.